Ke Bogor kalau ga kuliner ya muter-muter seputaran Kebon Raya Bogor.Nah kali ini saya main agak jauh ke atas ( arah Ciomas / Ciapus ) menuju Kampung Budaya Sindang Barang.Saya pikir awalnya Kampung Budaya ini masih ada peninggalan masa Kerajaan Pajajaran.Seperti rumah-rumah di desa Sade Lombok atau suku Badui.Ternyata Kampung Budaya ini menandakan bahwa disana masih ada situs kerajaan ( beberapa situs ada terpencar di pemukiman penduduk ) dan mereka masih mempertahankan tradisi budayanya,seperti acara pada panen padi serta tari-tarian tradisional.
Ga banyak yang bisa saya lihat,karena memang waktu datang lagi sepi pengunjung dan tidak ada kegiatan kecuali beberapa bapak-bapak yang sudah sepuh bermain musik tradisional Sunda.Sambil memandang hamparan sawah dan dari kejauhan terlihat kota Bogor alunan musik yang terdengar sungguh terasa syahdu.
Enaknya memang menginap disini,karena Kampung Budaya juga menyediakan fasilitas penginapan yang terbuat dari bilik.Jadi ingat penginapan di Bromo yang terbuat dari bilik ππ Wah pasti dingin kalau malam.Sayang lokasinya kurang memadai alias sarana transportasi umum juga kurang mendukung ( ga ada kendaraan umum sampai kesana ),prasarana jalan juga kurang ( jalanan sempit ) dan area parkir juga tak ada.Tapi terbayar sudah keingintahuan saya tentang situs peninggalan Kerajaan Pajajaran.
Bila ingin tahu lebih lanjut tentang Kampung Budaya,bisa klik link berikut ini yaa...
http://www.tempatwisatadibogor.net/2015/09/kampung-budaya-sindang-barang-bogor.html
http://kp-sindangbarang.com/?p=641
http://hellobogor.com/wisata-sejarah-petilasan-prabu-siliwangi-di-kaki-gunung-salak-bogor/
Catatan :
Masuk kesini gratis π
Thursday, 26 January 2017
Sunday, 8 January 2017
Golden Memories
Golden Memories...
Yang lahir/Angkatan Tahun 1950, 1960-70an
(yg umur mendekati 50 tahun juga masih masuk)
Sekedar anda tahu.
Kita yg lahir di tahun 1950-60-70an, adalah generasi yg layak disebut generasi paling beruntung.
Karena kitalah generasi yg mengalami loncatan teknologi yg begitu mengejutkan di abad ini, dg kondisi usia prima.
✌✊ππ
Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati riuhnya suara mesin ketik.
Sekaligus saat ini jari kita masih lincah menikmati keyboard dari laptop kita.
ππππ»π»
Kitalah generasi terakhir yg merekam lagu dari radio dg tape recorder kita.
Sekaligus kita juga menikmati mudahnya men download lagu dari gadget.
πππ»πΌπ±
Kitalah generasi dg masa kecil bertubuh lebih sehat dari anak masa kini, karena lompat tali, loncat tinggi, petak umpet, galasin adalah permainan yg tiap hari akrab dg kita.
Sekaligus saat ini mata dan jari kita tetap lincah memainkan berbagai game di gadget .
πππππ±π»
Masa remaja.
Kitalah generasi terakhir yg pernah mempunyai kelompok/geng yg tanpa janji, tanpa telpon/sms tapi selalu bisa kumpul bersama menikmati malam minggu sampai pagi.
Karena kita adalah generasi yg berjanji cukup dg hati.
Kalau dulu kita harus bertemu untuk tertawa terbahak-bahak bersama.
Kini kitapun tetap bisa ber "'wkwkwkwk"
πππππππ''
Di grup Facebook/whatsApp .
ππ ππ
Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati lancarnya jalan raya tanpa macet dimana-mana.
Juga bersepeda motor menikmati segarnya angin jalan raya tanpa helm di kepala
πππ π΄ π΅
Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati jalan kaki berkilo meter tanpa perlu berpikir ada penculik yg membayangi kita.
π§πΆπ¬ππ
Kitalah generasi terakhir yg pernah merasakan nikmatnya nonton tv dg senang hati tanpa diganggu remote untuk pindah chanel sana sini ππππ
Kita adalah Generasi yang selalu berdebar debar menunggu hasil cuci cetak foto, seperti apa hasil jepretan kita.
Selalu menghargai dan berhati2 dalam mengambil foto dan tidak menghambur hamburkan jepretan dan mendelete-nya jika ada hasil muka yang jelek.
Saat itu hasil dengan muka jelek kita menerimanya dengan rasa ihklas.
Ihklas dan tetap ihklas apapun tampang kita di dalam foto.
Tanpa ada editan Camera 360 photoshop atau Beauty face.
Betul2 generasi yg menerima apa adanya.
π·πΈπΈπΈπΈπ·π
Kitalah generasi terakhir yg pernah begitu mengharapkan datangnya Pak Pos menyampaikan surat dari sahabat dan kekasih hati. ππ¬ππ©π
Kita mungkin bukan generasi terbaik. Tapi kita adalah generasi yg LIMITED EDITION.
Kita adalah generasi yg patuh & takut kepada OrTu (meskipun sembunyi2 nakal & melawan) tp kita generasi yg mau mendengar & komunikatif thd anak cucu.
Itulah kita.... selalu bersyukur atas nikmat yg telah kita terima
Anda di generasi itu?
Indahnya waktu itu...
πππΉπ·π☘πππ❤πππππ
Yang lahir/Angkatan Tahun 1950, 1960-70an
(yg umur mendekati 50 tahun juga masih masuk)
Sekedar anda tahu.
Kita yg lahir di tahun 1950-60-70an, adalah generasi yg layak disebut generasi paling beruntung.
Karena kitalah generasi yg mengalami loncatan teknologi yg begitu mengejutkan di abad ini, dg kondisi usia prima.
✌✊ππ
Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati riuhnya suara mesin ketik.
Sekaligus saat ini jari kita masih lincah menikmati keyboard dari laptop kita.
ππππ»π»
Kitalah generasi terakhir yg merekam lagu dari radio dg tape recorder kita.
Sekaligus kita juga menikmati mudahnya men download lagu dari gadget.
πππ»πΌπ±
Kitalah generasi dg masa kecil bertubuh lebih sehat dari anak masa kini, karena lompat tali, loncat tinggi, petak umpet, galasin adalah permainan yg tiap hari akrab dg kita.
Sekaligus saat ini mata dan jari kita tetap lincah memainkan berbagai game di gadget .
πππππ±π»
Masa remaja.
Kitalah generasi terakhir yg pernah mempunyai kelompok/geng yg tanpa janji, tanpa telpon/sms tapi selalu bisa kumpul bersama menikmati malam minggu sampai pagi.
Karena kita adalah generasi yg berjanji cukup dg hati.
Kalau dulu kita harus bertemu untuk tertawa terbahak-bahak bersama.
Kini kitapun tetap bisa ber "'wkwkwkwk"
πππππππ''
Di grup Facebook/whatsApp .
ππ ππ
Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati lancarnya jalan raya tanpa macet dimana-mana.
Juga bersepeda motor menikmati segarnya angin jalan raya tanpa helm di kepala
πππ π΄ π΅
Kitalah generasi terakhir yg pernah menikmati jalan kaki berkilo meter tanpa perlu berpikir ada penculik yg membayangi kita.
π§πΆπ¬ππ
Kitalah generasi terakhir yg pernah merasakan nikmatnya nonton tv dg senang hati tanpa diganggu remote untuk pindah chanel sana sini ππππ
Kita adalah Generasi yang selalu berdebar debar menunggu hasil cuci cetak foto, seperti apa hasil jepretan kita.
Selalu menghargai dan berhati2 dalam mengambil foto dan tidak menghambur hamburkan jepretan dan mendelete-nya jika ada hasil muka yang jelek.
Saat itu hasil dengan muka jelek kita menerimanya dengan rasa ihklas.
Ihklas dan tetap ihklas apapun tampang kita di dalam foto.
Tanpa ada editan Camera 360 photoshop atau Beauty face.
Betul2 generasi yg menerima apa adanya.
π·πΈπΈπΈπΈπ·π
Kitalah generasi terakhir yg pernah begitu mengharapkan datangnya Pak Pos menyampaikan surat dari sahabat dan kekasih hati. ππ¬ππ©π
Kita mungkin bukan generasi terbaik. Tapi kita adalah generasi yg LIMITED EDITION.
Kita adalah generasi yg patuh & takut kepada OrTu (meskipun sembunyi2 nakal & melawan) tp kita generasi yg mau mendengar & komunikatif thd anak cucu.
Itulah kita.... selalu bersyukur atas nikmat yg telah kita terima
Anda di generasi itu?
Indahnya waktu itu...
πππΉπ·π☘πππ❤πππππ
Saturday, 7 January 2017
Tahun Baru Di Hutan Mangrove Kapuk Jakarta Utara
1 Januari 2017,akhirnya kami bertemu juga dengan agenda jalan-jalan hemat di Hutan Mangrove/Bakau PIK.Awal tahun dengan resolusi di angan dan semoga tahun baru semakin diberkahi Allah,Aamiin...
Meeting point di Stasiun Beos Kota pk.09.00 pagi, berhubung yang mau ngumpul 7 orang dari 4 penjuru mata angin π Saya dari depok ke stasiun Kota naik commuter,lalu dari Kota kami naik Gr**bcar ke PIK.Untuk petunjuk ke Hutan Mangrove sebenarnya cukup mudah,tapi berhubung kami jarang menginjakkan kaki di PIK jadi mbah google jadi pedomannya>Keluar tol PIK,tinggal lurus saja dan ada bundaran Sekolah Tzhu Chi yang megah belok kiri.Ada koq tulisan papan nama berwarna hijau bertuliskan "Taman Wisata Hutan Mangrove" dekat belokan sekolah itu,walau kalau dilihat sekelebat agak kurang jelas.
Pas tahun baru ini weww membludak pengunjung hutan mangrove,mau foto-foto narsis aja susah,saking ramainya dan backgroundnya orang-orang yang mejeng juga.Padahal lokasi hutan ini sudah keren.Mereka membuat spot-spot foto yang asyik seperti payung warna warni yang dibuat terbalik,hammock,lampion warna warni,penginapan dengan atap unik,jembatan gantung dan tentunya hutan bakaunya yang seru untuk dijelajahi serta instagrammable.
Perlu jadi catatan,bila musim liburan seperti ini siapkan tenaga ekstra,tak hanya tenaga melawan panas udara di Kapuk ini,tapi juga panasnya karena padatnya orang-orang.Sayang juga ya,pihak pengelola tidak mengantisipasi membludaknya pengunjung,jadi saat ke toilet dan mau wudhu airnya tak ada alias tak mengalir.Saya lihat tangki penampungannya cuma 2,ya iyalah mana cukup untuk ratusan orang yang datang.
Kami pikir cuma di Kota Tua dan Stasiun Kota tadi saja ramainya sampai mau lewat rasanya sesak nafas saking berjubelnya.Entah darimana itu yaa orang-orang pada bejibun ckckk...Kapok dech jalan-jalan pas liburan panjang ini,lelah sangat.Ini sebenarnya diluar kebiasaan kami,kami biasanya jalan-jalan ataupun travelling bukan disaat peak season π
Balik lagi ke Hutan Mangrove,dengan tiket seharga Rp.25.000,ga boleh bawa makanan serta bawa kamera kedalam sebenarnya berlebihan ga ya? Kalau mau bawa kamera,harus bayar Rp.1.500.000.Jadi yang mau narsis cukup pakai kamera hp sajah.Secara kantin yang menjual makanan juga cuma menjual pop mie.Makan mie instan mana nendang menyusuri hutan yang cukup luas itu,panas pula...π’ Oiya,kalau mau naik boat menyusuri hutan bakau Rp.450.000 untuk 8 orang.Sedangkan kalau naik perahu yang ngedayung sendiri sekitar Rp.100.000.Apa karena kawasan wisata ini berada di lingkungan elit jadi mahal? Entahlah,setahu saya yang mengelola kan Pemda DKI.
Walau begitu ya salutlah,masih ada hutan yang asri diujung Jakarta.Semoga ga terlalu dikomersialisasi.Sayangnya kami ga sampai senja disana,padahal keren sunsetnya ( lihat di IG )
NB : Cekidot juga yaa,video saya tentang hutan bakau yang sudah tayang di Citizen
Journalist NET.Tv
http://netcj.co.id/moment/video/185459/ternyata-jakarta-juga-punya-hutan-mangrove-lho
Meeting point di Stasiun Beos Kota pk.09.00 pagi, berhubung yang mau ngumpul 7 orang dari 4 penjuru mata angin π Saya dari depok ke stasiun Kota naik commuter,lalu dari Kota kami naik Gr**bcar ke PIK.Untuk petunjuk ke Hutan Mangrove sebenarnya cukup mudah,tapi berhubung kami jarang menginjakkan kaki di PIK jadi mbah google jadi pedomannya>Keluar tol PIK,tinggal lurus saja dan ada bundaran Sekolah Tzhu Chi yang megah belok kiri.Ada koq tulisan papan nama berwarna hijau bertuliskan "Taman Wisata Hutan Mangrove" dekat belokan sekolah itu,walau kalau dilihat sekelebat agak kurang jelas.
Pas tahun baru ini weww membludak pengunjung hutan mangrove,mau foto-foto narsis aja susah,saking ramainya dan backgroundnya orang-orang yang mejeng juga.Padahal lokasi hutan ini sudah keren.Mereka membuat spot-spot foto yang asyik seperti payung warna warni yang dibuat terbalik,hammock,lampion warna warni,penginapan dengan atap unik,jembatan gantung dan tentunya hutan bakaunya yang seru untuk dijelajahi serta instagrammable.
Perlu jadi catatan,bila musim liburan seperti ini siapkan tenaga ekstra,tak hanya tenaga melawan panas udara di Kapuk ini,tapi juga panasnya karena padatnya orang-orang.Sayang juga ya,pihak pengelola tidak mengantisipasi membludaknya pengunjung,jadi saat ke toilet dan mau wudhu airnya tak ada alias tak mengalir.Saya lihat tangki penampungannya cuma 2,ya iyalah mana cukup untuk ratusan orang yang datang.
Kami pikir cuma di Kota Tua dan Stasiun Kota tadi saja ramainya sampai mau lewat rasanya sesak nafas saking berjubelnya.Entah darimana itu yaa orang-orang pada bejibun ckckk...Kapok dech jalan-jalan pas liburan panjang ini,lelah sangat.Ini sebenarnya diluar kebiasaan kami,kami biasanya jalan-jalan ataupun travelling bukan disaat peak season π
Balik lagi ke Hutan Mangrove,dengan tiket seharga Rp.25.000,ga boleh bawa makanan serta bawa kamera kedalam sebenarnya berlebihan ga ya? Kalau mau bawa kamera,harus bayar Rp.1.500.000.Jadi yang mau narsis cukup pakai kamera hp sajah.Secara kantin yang menjual makanan juga cuma menjual pop mie.Makan mie instan mana nendang menyusuri hutan yang cukup luas itu,panas pula...π’ Oiya,kalau mau naik boat menyusuri hutan bakau Rp.450.000 untuk 8 orang.Sedangkan kalau naik perahu yang ngedayung sendiri sekitar Rp.100.000.Apa karena kawasan wisata ini berada di lingkungan elit jadi mahal? Entahlah,setahu saya yang mengelola kan Pemda DKI.
Walau begitu ya salutlah,masih ada hutan yang asri diujung Jakarta.Semoga ga terlalu dikomersialisasi.Sayangnya kami ga sampai senja disana,padahal keren sunsetnya ( lihat di IG )
NB : Cekidot juga yaa,video saya tentang hutan bakau yang sudah tayang di Citizen
Journalist NET.Tv
http://netcj.co.id/moment/video/185459/ternyata-jakarta-juga-punya-hutan-mangrove-lho
MANA MAK
Oleh Asrul Agin
Jam 6.30 sore
Mak berdiri di depan pintu. Wajah Mak kelihatan resah. Mak menunggu si bungsu pulang dari mengaji. Ayah pulang dari sawah, dan menanyakan si Gadang sama Mak: Si Gadang mana?
Mak menjawab, “Ada di dapur sedang menyiapkan makan.”
Ayah tanya Mak lagi,” Angah mana?”
Mak jawab, “Angah mandi, baru pulang main bola.”
Ayah tanya Mak lagi, “Atiak mana?”
Mak menjawab, “Atiak, Kicik nonton tv dengan Alang di dalam”
Ayah tanya lagi, “Adik sudah pulang?”
Mak menjawab, “Belum. Seharusnya sudah pulang. Sepeda adik rusak.. Sebentar lagi kalau nggak pulang juga kita pergi cari adik.
Mak menjawab pertanyaan ayah sepenuh hati. Tiap hari ayah menanyakan hal yang sama.
Mak selalu menjawab dengan penuh perhatian. Mak selalu mengetahui bagaimana keadaan anak-anak Mak setiap saat.
20 tahun kemudian
Jam 6.30 sore
Ayah pulang ke rumah. Baju ayah basah. Hujan turun sejak siang tadi.
Ayah tanya si Gadang, “Mana Mak?”
Si Gadang sedang mematut-matut baju barunya, lalu menjawab, “Nggak tahu.”
Ayah tanya Angah, “Mana Mak?”
Si Angah sedang nonton TV lalu menjawab, “Mana saya tahu.”
Ayah tanya si Atiak, “Mana Mak?”
Ayah menunggu lama jawaban dari Atiak yang asyik membaca majalah.
Ayah tanya si Atiak lagi, "Mana Mak?"
Atiak menjawab, “Entah.”
Atiak terus membaca majalah tanpa menoleh kepada Ayah.
Ayah tanya Alang, “Mana Mak?”
Alang nggak menjawab. Alang hanya menggerakkan bahu tanda tidak tahu.
Ayah nggak mau tanya Kicik dan Adik yang sedang asyik ber-facebook. Ayah tahu dia tidak akan mendapatkan jawaban yang diinginkannya.
Tidak ada siapapun yang tahu di mana Mak. Tidak ada satupun anak-anak yang ingin tahu di mana Mak. Mata dan hati anak-anak tidak ada pada Mak. Hanya mata dan hati Ayah yang mencari-cari di mana Mak. Tidak ada anak-anak Mak yang tahu setiap kali ayah bertanya, "Mana Mak?"
Tiba-tiba Adik bungsu bersuara, “Mak ini sudah senja pergi juga merayap. Nggak segera pulang!”
Tersentak hati Ayah mendengar kata-kata Adik.
Dulu anak-anak Mak akan berlari mendekap Mak, apabila pulang dari sekolah. Mereka akan tanya "Mana Mak?" apabila Mak tidak menunggu mereka di depan pintu.
Mereka akan tanya, "Mana Mak." Apabila dapat rangking 1 atau kaki lecet main bola di sekolah. Mak gelisah apabila anak-anak Mak lambat pulang. Mak ingin tahu di mana semua anak-anaknya berada setiap saat. Sekarang anak-anak sudah besar. Sudah lama anak-anak Mak tidak bertanya "Mana Mak?" Semakin anak-anak Mak besar, pertanyaan "Mana Mak?" semakin hilang dari bibir anak-anak Mak.
Ayah berdiri di depan pintu menunggu Mak. Ayah gelisah menunggu Mak karena sudah senja begini Mak masih belum pulang. Ayah risau karena sejak akhir-akhir ini Mak selalu mengeluh sakit lutut.
Dari jauh kelihatan sosok Mak berjalan memakai payung yang sudah uzur. Besi-besi payung tersembul keluar dari kainnya. Hujan masih belum berhenti. Mak menjinjing dua bungkusan plastik. Sudah kebiasaan bagi Mak, Mak akan bawa sesuatu untuk anak-anak Mak apabila pulang dari berjalan.
Sampai di halaman rumah Mak berhenti di depan deretan mobil anak-anak Mak. Mak buang daun-daun yang mengotori mobil anak-anak Mak. Mak usap bahagian depan mobil Atiak perlahan-lahan. Mak merasakan seperti mengusap kepala Atiak waktu Atiak kecil. Mak senyum. Kedua bibir Mak ditutup rapat. Senyum tertahan, hanya Ayah yang faham. Sekarang Mak tidak dapat lagi mengusap kepala anak-anak seperti ketika anak-anak Mak kecil dulu. Mereka sudah besar. Mak takut anak Mak akan menepis tangan Mak kalau Mak lakukan.
Lima buah mobil milik anak-anak Mak berdiri megah. Mobil Atiak paling hebat. Mak tidak tahu apa kehebatan mobil Atiak itu. Mak cuma suka warnanya. Mobil warna merah bata, warna kesukaan Mak. Mak belum pernah merasakan naik mobil anak Mak yang ini.
Baju mak basah kena hujan. Ayah metutup payung Mak. Mak memberi salam. Salam Mak tidak berjawab. Terketar-ketar lutut Mak melangkahi anak tangga. Ayah membimbing Mak masuk ke rumah. Lutut Mak sakit lagi.
Mak meletakkan bungkusan di atas meja. Sebungkus ketan dan beberapa pisang goreng pemberian Mak Uda untuk anak-anak Mak. Mak Uda tahu anak-anak Mak suka makan pisang goreng dengan ketan dan Mak malu untuk meminta untuk bawa pulang. Namun raut wajah Mak sudah cukup membuat Mak Uda mengerti. Saat menerima bungkusan goreng pisang dan ketan dari Mak Uda tadi, Mak sempat berkata kepada Mak Uda, "Wah berebutlah anak-anak nanti nampak pisang goreng dan ketan kamu ini."
Sekurang-kurangnya itulah bayangan Mak. Mak bayangkan anak-anak Mak sedang gembira menikmati pisang goreng dan ketan sebagaimana waktu anak-anak Mak kecil dulu. Mereka berebut dan Mak jadi hakim pembuat keputusan. Sering kali Mak memberikan bagian Mak supaya anak-anak Mak puas makan. Bayangan itu sering singgah di kepala Mak.
Ayah menyuruh Mak menukar baju yang basah itu. Sesudah Mak menukar baju, Ayah mengiringi Mak ke dapur. Mak ajak anak-anak Mak makan pisang goreng dan ketan. Tidak seorang pun yang menoleh kepada Mak. Mata dan hati anak-anak Mak sudah bukan pada Mak lagi.
Mak hanya tertunduk, menerima keadaan.
Ayah tahu Mak sudah tidak bisa mengharapkan anak-anak melompat-lompat gembira dan berlari mendekapnya seperti dulu. Ayah menemani Mak makan. Mak menyuap nasi perlahan-lahan, masih mengharapkan anak-anak Mak akan makan bersama. Setiap hari Mak berharap begitu. Hanya Ayah yang duduk bersama Mak di meja makan setiap malam.
Ayah tahu Mak capek sebab berjalan jauh. Siang tadi Mak pergi ke rumah Mak Uda di kampung subarang untuk mencari pisang dan beras pulut. Mak hendak membuat pisang goreng dan ketan kesukaan anak-anak Mak.
Ayah tanya Mak kenapa Mak tidak telepon menyuruh anak-anak menjemput. Mak jawab, "Saya sudah suruh mak Uda telepon anak-anak tadi. Tapi kata mak Uda semua tak ada yang mengangkat."
Mak minta Mak Uda telepon anak-anak karena Mak tidak bisa berjalan pulang sebab hujan. Lutut Mak akan sakit kalau kedinginan. Ada sedikit harapan di hati Mak agar salah seorang anak Mak akan menjemput Mak dengan mobilnya. Mak ingin kalau Atiak yang datang menjemput Mak dengan mobil barunya. Tidak ada seorangpun yang datang menjemput Mak.
Mak tahu anak-anak Mak tidak dengar telepon berbunyi. Mak ingat kata-kata ayah, “Kita tak usah merepotkan anak-anak. Selagi kita mampu apapun kita kerjakan saja sendiri. Mereka ada kehidupan masing-masing. Tak usah sedih-sedih. Maafkan sajalah anak-anak kita. Tak apalah kalau tak merasa menaiki mobil mereka sekarang. Nanti kalau kita mati kita masih bisa merasakan anak-anak mengangkat kita di bahu mereka.
Mak faham buah hati Mak semua sudah besar. Gadang dan Angah sudah beristeri. Atiak, Alang, Kicik dan Adik masing-masing sudah punya buah hati sendiri yang sudah mengambil tempat Mak di hati anak-anak Mak. Pada suapan terakhir, setitik air mata Mak jatuh ke piring. Pisang goreng dan ketan masih belum diusik oleh anak-anak Mak.
Beberapa tahun kemudian
Beberapa tahun kemudian Mak Uda tanya Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kicik dan Adik: “Mana Mak?”. Hanya Adik yang jawab, “Mak sudah tak ada.” Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kak Cik dan Adik tidak sempat melihat Mak waktu Mak sakit.
Dalam isakan tangis, Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kak Cik dan Adik merangkul kuburan Mak.
Hanya batu nisan yang berdiri tegak. Batu nisan Mak tidak bersuara. Batu nisan tidak ada tangan seperti tangan Mak yang selalu memeluk erat anak-anaknya apabila anak-anak datang menerpa Mak semasa anak-anak Mak kecil dulu.
Mak pergi ketika Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kicik dan Adik berada jauh di kota. Kata si Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kicik dan Adik mereka tidak dengar handphone berbunyi ketika ayah menelepon mereka yang memberitahukan bahwa Mak sakit keras.
Mak faham, mata dan telinga anak-anak Mak adalah untuk orang lain bukan untuk Mak.
Hati anak-anak Mak bukan milik Mak lagi. Hanya hati Mak yang tidak pernah diberikan kepada sesiapa, hanya untuk anak-anak Mak. Mak tidak sempat merasa diangkat di atas bahu anak-anak Mak. Hanya bahu ayah yang sempat mengangkat jenazah Mak dalam hujan renyai.
Ayah sedih sebab tidak ada lagi suara Mak yang akan menjawab pertanyaan Ayah,
"Mana Gadang?" , "Mana Angah?", "Mana Atiak?", "Mana Alang?", "Mana Kicik?" atau "Mana Adik?". Hanya Mak saja yang rajin menjawab pertanyaan ayah itu dan jawaban Mak memang tidak pernah salah. Mak senantiasa yakin dengan jawabannya sebab Mak memang tahu di mana anak-anaknya berada pada setiap saat. Anak-anak Mak senantiasa di hati Mak tetapi hati anak-anak Mak ada orang lain yang mengisinya.
Ayah sedih. Di tepi kubur Mak, Ayah bermonolog sendiri, "Mulai hari ini tidak perlu bertanya lagi kepada Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kicik dan Adik: "Mana mak?" "
Mobil merah Atiak bergerak perlahan membawa Ayah pulang. Gadang, Angah, Alang, Kicik dan Adik mengikuti dari belakang. Hati ayah hancur teringat hajat Mak untuk naik mobil merah Atiak tidak kesampaian. Ayah terbayang kata-kata Mak malam itu, "Bagus sekali mobil Atiak, kan Bang? Besok-besok Atiak bawalah kita jalan-jalan ke Danau Maninjau. Saya akan buat goreng pisang dan ketan buat bekal."
"Ayah, Ayah....bangun." Suara Atiak memanggil ayah. Ayah pingsan sewaktu turun dari mobil Atiak.
Terbata-bata ayah bersuara, "Mana Mak?"
Ayah tidak mampu berhenti menanyakan hal itu π’π’