Friday, 28 August 2015

Inilah Generasi 60-90an

Copas __
Berdasar penelitian beberapa psikolog:
GENERASI BAHAGIA itu, generasi kelahiran 1960 - 1990...😉
😘Dan itu adalah kami... 👏😃

Kami adalah generasi terakhir yg masih bermain di halaman rumah yg luas. Kami berlari dan bersembunyi penuh canda-tawa dan persahabatan. Main petak umpet, boy-boyan, gobag sodor, lompat tali, masak-2an, dokter-2an, sobyong, jamuran, putri putri melati tanpa peringatan dari ayah-ibu. Kami bisa memanfaatkan gelang karet, isi sawo, kulit jeruk, batre bekas, sogok telik menjadi permainan yg mengasyikkan. Kami yg tiap melihat pesawat terbang langsung teriak ; " Pakdheeee minta uang...!!!😁😅
😘😜

Kami generasi yg ngantri di wartel dari jam 5 pagi, berkirim surat pake kertas surat sanrio atau flomo dan menanti surat balasan dgn penuh rasa rindu...#eaaa😅😘 Tiap sore kami menunggu cerita radio Brama Kumbara, berkirim salam lewat penyiar radio. Kamilah generasi yang SD-nya merasakan papan tulis berwarna hitam, masih pakai pensil dan rautan yg ada kaca di salah satunya. Kamilah generasi yg SMP dan SMA-nya masih pakai papan tulis hitam dan kapur putih. Generasi yg meja sekolahnya penuh dengan coretan kejujuran kami melalui tulisan Tipe-X putih, generasi yg sering mencuri pandang teman sekolah yg kita naksir, kirim salam buat dia lewat temannya dan menyelipkan surat cinta di laci mejanya...#eheeem...👏
😚 

Kami adalah generasi yg merasakan awal mula teknologi gadget komunikasi seperti pager, komputer pentium jangkrik 486 dan betapa canggihnya Pentium 166Mhz. Kami generasi yg sangat bangga kalau memegang Disket kapasitas 1.44Mb dan paham sedikit perintah Dos dgn mengetik copy, del, md, dir/w/p. Kami adalah generasi yg memakai MIRC utk chatting dan searching memakai Yahoo. Generasi bahagia yg pertama mengenal atari, sega, nintendo, gimbot (#gamewatch) yg blm berwarna...😅😘

Generasi kamilah yg merekam lagu dari siaran radio ke pita  tape, yg menulis lirik dgn cara play-pause-rewind, dan memanfaatkan pensil utk menggulung pita kaset yg macet, kirim-2an salam sm temen-2 lewat siaran radio saling sindir dan bla bla bla..., generasi penikmat awal walkman dan mengenal apa itu laserdisc, VHS. Kamilah generasi layar tancap 'misbar' yg merupakan cikal bakal bioskop Twenty One...👏😅

Kami tumbuh diantara para legenda cinta seperti Koes Plus, Dian Pishesa, Ebiet G Ade, Kla Project, Dewa 19, Padi, masih tak malu menyanyikan lagu Sheila on 7, dan selalu tanpa sadar ikut bersenandung ketika mendengar lagu : 'mungkin aku bukan pujangga, yg pandai merangkai kata...' 🎤🎧🎶

Kami generasi bersepatu butterfly, dogmart, warior dan rela nyeker berangkat sekolah tanpa sepatu kalau sedang hujan. Cupu tapi bukan madesu lhooo...hahaha 😁👏😂

Kami adalah generasi yg bebas, bebas bermotor tanpa helm, yg punya sepeda, sepedanya disewain 200 perak/jam, bebas dari sakit leher krn kebanyakan melihat ponsel, bebas manjat tembok stadion, bebas mandi di kali, di sungai dll, bebas manggil teman sekolah dgn nama bapaknya. Bebas bertanggung jawab...👏😘

Sebagai anak bangsa Indonesia, kami hafal Pancasila, nyanyian Indonesia Raya, Maju Tak Gentar, Teks Proklamasi, Sumpah Pemuda, nama-2 para Menteri Kabinet Pembangunan IV dan Dasadharma Pramuka dan nama-2 seluruh provinsi di Indonesia...😊😘👍

Kini di saat kalian sedang sibuk-2nya belajar dgn kurikulum-mu yg ngejelimet, kami asik-2an mengatur waktu utk selalu bisa ngumpul reunian dgn generasi kami...😉

Betapa bahagianya generasi kami...👏😆😘👍
Maaf adik-2qu dan jg anak-2qu dan ponakan-2qu..(generasi Z/ generasi digital) kalian belajar yg keras yah utk mendapatkan kebahagian cara kalian sendiri...di era sekarang dan nanti☺
Salam sayang dari kami...😘
~Generasi 60-90's~

Wednesday, 26 August 2015

Kucing

Cerita Nabi Muhammad SAW dan Kucingnya.

Didalam perkembangan peradaban islam, kucing hadir sebagai teman sejati dalam setiap nafas dan gerak geliat perkembangan islam.
Diceritakan dalam suatu kisah, Nabi Muhammad SAW memiliki seekor kucing yang diberi nama Mueeza. Suatu saat, dikala nabi hendak mengambil jubahnya, di temuinya Mueeza sedang terlelap tidur dengan santai diatas jubahnya. Tak ingin mengganggu hewan kesayangannya itu, nabi pun memotong belahan lengan yang ditiduri Mueeza dari jubahnya. Ketika Nabi kembali ke rumah, Muezza terbangun dan merunduk sujud kepada majikannya. Sebagai balasan, nabi menyatakan kasih sayangnya dengan mengelus lembut ke badan mungil kucing itu sebanyak 3 kali.
Dalam aktivitas lain, setiap kali Nabi menerima tamu di rumahnya, nabi selalu menggendong mueeza dan di taruh dipahanya. Salah satu sifat Mueeza yang nabi sukai ialah ia selalu mengeong ketika mendengar azan, dan seolah-olah suaranya terdengar seperti mengikuti lantunan suara adzan.
Kepada para sahabatnya, nabi berpesan untuk menyayangi kucing peliharaan, layaknya menyanyangi keluarga sendiri.
Hukuman bagi mereka yang menyakiti hewan lucu ini sangatlah serius, dalam sebuah hadist shahih Al Bukhori, dikisahkan tentang seorang wanita yang tidak pernah memberi makan kucingnya, dan tidak pula melepas kucingnya untuk mencari makan sendiri, Nabi SAW pun menjelaskan bahwa hukuman bagi wanita ini adalah siksa neraka.
Sebagaimana hadits riwayat Abdullah bin Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Seorang wanita disiksa karena mengurung seekor kucing sampai mati. Kemudian wanita itu masuk neraka karenanya, yaitu karena ketika mengurungnya ia tidak memberinya makan dan tidak pula memberinya minum sebagaimana ia tidak juga melepasnya mencari makan dari serangga-serangga tanah. (Shahih Muslim No.4160)
Semoga bermanfaat.
Copas dari bang Faisal Amir

3 Sebab Kucing Datang Pada Kita..".
Pertama
Allah sedang beritahu makanan kita, hak kita itu bukan semuanya rezeki kita. Sebahagiannya rezeki kucing itu. Sebab itu ia datang pada kita.
Kedua
Allah sedang beritahu apabila kita memberi makanan kepada kucing itu, rezeki lain akan Allah ganti yang lebih baik. Sebab 1 kebaikan itu Allah balas 10 kebaikan. Allah maha mampu memberi lebih dari itu.
Ketiga
Allah sedang bagi tahu apabila kita tak memberi makanan kepada kucing itu, sebenarnya kita sedang menolak rezeki baru yang Allah berikan kepada kita. Rezeki itu luas bukan hanya pada uang. Tetapi meliputi semua kehidupan. Ingin ikhlas memberi, berilah pada hewan karena hewan tak pandai mengucapkan terima kasih kepada kita. Ia hanya tahu minta dan makan.


Fenomena Ojek Online

Lagi hits banget ojek online ini,sampai terdengar berita beberapa saat lalu peminat ojek ini mencapai 800an orang memenuhi Senayan Jakarta dalam perekrutan untuk bergabung sebagai driver.Bahkan anak tetangga saya yang bapaknya kepala cabang sebuah bank ternama ikutan jadi driver Gojek.Dia mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta terkenal,karena ingin punya uang tambahan,ga malu lagi jadi driver ojek yang notabene dulu sebagai tukang ojek terasa 'rendah'.Hebatnya Gojek ataupun Grab Bike menaikkan level seorang tukang ojek

Kalau motor keren seperti ini ngojek online,masih mikir soal sesuap nasikah ?



Terlintas dan teringat tulisan saya di blog Multiply ( yang teah wafat ) sekian tahun lalu,ketika saya membahas si Bang Ucup tukang ojek yang curcol ketika saya menaiki ojeknya.Dia dulu bekerja di bank.Karena bank tersebut dimerger dan dia kena PHK,terpaksalah jadi tukang ojek.

Membayangkan krismon 1998 lalu,memang banyak imbasnya.Termasuk saya yang juga bekerja di bank saat itu juga kena kebijakan pemerintah,bank tempat saya bekerja juga harus merger dengan Bank Danamon.Dan semua karyawan harus diPHK.Bisa dibayangkan berapa ribu kaeyawan jadi penggangguran,belum bank-bank serta perusahaan lainnya yang terkena imbasnya.Apakah kelesuan ekonomi sekarang ini dengan terus naiknya dollar akan mengulang kejadian krismon di tahun 1998 ?

Semenetara sebagian orang dengan kondisi seperti ini harus terus berjuang untuk kehidupan lebih baik,menjadi tukang ojek online taklah menjadi hal tabu lagi.Kalau saya ada Sim C saat ini,saya juga mau ngojek,daripada manyun ajah dirumah hehee...Makanya tak heran,ada berita seorang manager sebuah resort beralih jadi tukang ojek online.Dalam sehari kalau full narik penumpang dari pagi hingga malam,dia mengaku bisa mendapat 1 juta rupiah.Saya menaruh respek terhadap orang-orang yang notabene bisa bekerja lebih baik,tapi entah pertimbangan apa lebih memilih pekerjaan seperti ini.Itu hak mereka,seperti juga driver taxi yang membuat heboh sosmed beberapa waktu lalu,yang ternyata beliau adalah lulusan S2 di Jerman.

Padahal di luar negeri,pekerjaan yang dianggap rendahan sekalipun banyak dilakukan oleh orang-orang berpredikat sarjana.Teman saya yang pernah tinggal di Aussie bahkan pernah bekerja paroh waktu jadi cleaning service yang kerjanya membersihkan toilet umum, Hari gini apapun pekerjaan halal dan menghasilkan uang buat apa malu.Nah, pengojek online juga akhirnya jadi hits sebagai pekerjaan sampingan atau malah pekerjaan utama saat ini.Lihat saja bahkan gadis cantik seorang mahasiswi yang juga membuat heboh dunia sosmed jadi pengojek online.Beredar juga beberapa foto motor-motor pengojek online yang mewah dipakai untuk ngojek.Kalau itu bukan lagi mencari sesuap nasi tapi lebih kepuasan batin? Hehee...Puas hasil ngojek untuk meringankan cicilan motornya atau lumayan untuk ganti uang bensinnya.Seperti halnya suami Poppy Bunga si artis sinetron,yang suaminya jadi driver Taxi Uber.Katanya lumayan sehari dapat 800 ribu rupiah.

Ada juga cerita lain, wanita pengojek online yang ikut ngojek, katanya lumayan untuk tambahan beli susu anak dan biaya rumah tangga.Sekarang sudah banyak ojek pangkalan yang ikut bergabung di ojek online,Harusnya yaa mereka para ojek pangkalan tidak bentrok dengan ojek online.Manfaatkan gadget dan melek internet biar dapat penghasilan yang lebih memadai.Banyak yang merasakan keuntungannya koq,biasa jadi pengojek pangkalan cuma dapat 50 ribu sehari.Sekarang jadi pengojek online bisa 10 kali lipatnya dalam sehari.

Respek terhadap pendiri / CEO GO-JEK Indonesia Nadiem Makarim ( walau ada Grab Bike pesaingnya dari negara tetangga ) yang membuka lapangan kerja dan mengatasi kemacetan Jakarta.Gojek yang lagi hits ditengah ekonomi yang sedang lesu,ditengah serbuan ratusan bahkan ribuan tenaga kerja asing,akibat kebijakan pemerintah dengan para investor ( Lihatlah ratusan tenaga kerja Cina di proyek pabrik semen di Banten ). Semoga jadi pengojek tak dipandang sebelah mata lagi...

Mahasiswi cantik pengojek online

Ahaaayy *_^
Mahasiwi Cantik Pengojek Online
Manager Resort Resign n Jadi Pengojek Online
Moge Jadi Pengojek Online

Thursday, 20 August 2015

Passport

Copas ---
PASSPORT by Rhenald Kasali

Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.
Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki "surat ijin memasuki dunia global.". Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.

Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.
"Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?"
Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.

Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.

Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.

Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.

The Next Convergence
Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.

Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memiliki pasport.Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.

Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut.

Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.

Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing.

Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.

Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punya pasport dari uang negara.

Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia
ripetAcile

Tuesday, 18 August 2015

Manusia Indonesia





Oleh Sarlito Wirawan Sarwono*.

Beberapa waktu yang lalu, ketika melintasi jalan Kapten Tendean, Jakarta, yang sedang direnovasi, saya terkejut ketika melihat salah satu backhoe (alat berat penggali tanah) bermerek “Samsung” (Korea), karena selama ini yang saya ketahui Samsung adalah produser HP, smartphone, gadget dan barang-barang elektronik, yang sudah jauh menggusur posisi Sonny dan Nokia (Jepang), tetapi bukan produsen alat-alat berat. Tetapi bukan itu saja, di Indonesia para Korea ini sudah mulai menggusur Jepang di bidang kuliner (Resto Korea versus Resto Jepang), budaya pop (K-pop, Gangnam style, Boys band, Sinetron Korea dll), dan otomotif (“H” dari Hyundai versus “H” dari Honda). Padahal Korea pernah “dijajah” Jepang (1876-1945) dan orang Korea punya dendam kesumat kepada orang Jepang. Tetapi dendam itu tidak dibalaskan dengan perang lagi atau agresi politik, melainkan dengan kerja keras yang menghasilkan prestasi di bidang teknologi, ekonomi dan budaya. Dalam waktu 70 tahun kita sama-sama melihat hasilnya.
Indonesia juga pernah dijajah Jepang, tidak lama, hanya 3½ tahun, tetapi rakyat sangat menderita selama masa penjajahan yang singkat itu. Anehnya, walaupun akhirnya Jepang kalah Perang Dunia II dan Jepang diwajibkan membayar pampasan perang kepada Indonesia, setelah 70 tahun Indonesia tidak berhasil mengimbangi Jepang hampir di segala bidang. Malah di tahun 1974 terjadi peristiwa Malari (15 Januari), saat mahasiswa dan massa membakari mobil-mobil bermerk Jepang. Orang Indonesia bukannya bekerja lebih giat untuk menyaingi Jepang, tetapi menyalahkan dan menyerang si pesaing. Dalam psikologi mentalitas seperti ini disebut “ekstra-punitif” (menghakimi pihak lain) yang bersumber pada “pusat kendali eksternal” (external locus of control).

Menurut teori Pusat Kendali (locus of control: J.B. Rotter, 1954), ada dua macam tipe manusia, yaitu yang Pusat Kendalinya Internal dan Eksternal. Orang dengan Pusat Kendali Internal (PKI) percaya bahwa dirinya sendirilah yang menentukan apa yang akan terjadi dengan dirinya, bahkan lingkungan di sekitarnyapun bisa dia kendalikan sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan orang dengan Pusat Kendali Eksternal (PKE) jika terjadi sesuatu, cenderung menyalahkan pihak lain, bukannya mengoreksi diri sendiri.

Sebagian besar orang Indonesia, menurut hemat saya, tergolong PKE. Bukan hanya dalam kasus Malari, tetapi hampir pada setiap peristiwa sehari-hari. Kalau dalam Pilkada ada calon Bupati/Walikota yang dinyatakan gugur karena tidak memenuhi persyaratan maka kantor KPU-nya dibakar. Kalau kebanjiran menyalahkan pemerintah, kalau kekeringan minta bantuan pemerintah. Si pemerintah juga lebih senang menyalahkan alam yang tidak bersahabat. Bahkan ketika perekonomian nasional mengalami perlambatan seperti sekarang ini, para menteri di pemerintah pusat lebih senang menyalahkan faktor-faktor luar negeri (menggiatnya perekonomian dan kenaikan suku bunga di AS dll), ketimbang merekayasa perekonomian dalam negeri untuk mendongkrak laju perekonomian nasional. Pengendara motor yang melawan arus, ketika ditangkap polisi, akan membantah, “Lho, tiap hari saya lewat sini. Ada polisi, tetapi tidak pernah diapa-apakan. Kok sekarang saya mau ditilang?”

Salah satu dampak dari sifat bangsa Indonesia yang PKE ini adalah mencari jalan pintas. Tidak punya ijasah, ya beli ijasah Aspal saja. Mau menang Pilkada, beli suara. Mau main di pengadilan beli hakimnya. Kalau tidak bisa dibeli, liwat kekerasan. Termasuk Tuhan pun dijadikan faktor yang dijadikan sarana untuk mencapai sesuatu. Ingin lulus Ujian Nasional, sholat Istigozah rame-rame. Demo anti kenaikan harga BBM, teriak “Allahu Akbar”. Tetapi karena Tuhan tidak bisa dibeli, maka yang menikmati (yang terima duit) adalah para pemain di balik agama, termasuk para da’i komersial (yang sering masuk TV dan honor tausyiahnya 10 kali lipat dari ceramah profesor), Biro perjalanan Haji dan Umroh, dan para pemain politik yang menggunakan agama sebagai kendaraannya.

Akhir-akhir ini bahkan makin kuat kecenderungan untuk lebih menuhankan agama ketimbang menuhankan Tuhan (Allah) itu sendiri. Agama sudah dianggap jauh lebih penting daripada negara, pemerintah, bendera dan lagu kebangsaan, kewarganegaraan, dsb.
Kalau Kartosuwiryo yang memproklamasikan NII (Negara Islam Indonesia) di tahun 1949 (isterinya tidak berjilbab), masih mencita-citakan sebuah negara yang bernama Indonesia, JI (Jamaah Islamiah) dan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) tidak lagi mempersoalkan wilayah, dia maunya seluruh dunia adalah Daulah Islamiah, yang dipimpin oleh seorang Amir atau Khalifah saja. Berita mutakhir, ISIS telah mengeksekusi 19 perempuan yang menolak bersetubuh dengan para pejuangnya, atas nama agama, atas nama Daullah Islamiah. Padahal Allah sendiri tidak pernah mengatakan begitu. Bukankah ini menuhankan agama lebih dari pada menuhankan Allah itu sendiri? Apa namanya kalau bukan musyrik?

Dampak yang serius dari mentalitas PKE adalah orang jadi malas kerja. Orang PKE yang tidak berorientasi agama memilih hidup hedonis, mumpung muda hura-hura, tua foya-foya, mati masuk alam baka (surga atau neraka? Emang gue pikirin?). Mereka terlibat Narkoba, seks berisiko, kenakalan dan kriminal untuk memenuhi kebutuhan hedonisnya. Sementara PKE yang orientasinya agama lebih rajin berdoa (rukun Islam tidak pernah terlambat, termasuk berumroh berkali-kali), tetapi tetap enggan bekerja serius. Bahkan mereka pikir tidak apa-apa sedikit bermaksiat juga, karena mereka pasti sudah diberi pahala dan ampun oleh Allah yang Maha Pengampun, karena ibadah mereka sudah berpuasa yang pahalanya lebih dari seribu bulan dan sudah sholat Arbain di Medinah, yang pahalanya entah berapa juta kali lipat dibandingkan shalat di masjid lain. Itulah sebabnya Indonesia tidak pernah lepas dari korupsi dan maksiat, walaupun mayoritas penduduknya adalah muslim terbanyak di dunia.   Itulah sebabnya Indonesia tidak pernah lepas dari STMJ (Sholat Terus, Maksiat Jalan).

Padahal Indonesia sedang dalam era Bonus Demografi (2010-2045), yaitu saat penduduk usia produktif (15-64 tahun) berjumlah dua kali lipat dari penduduk non-produktif. Para pakar menamakannya peluang emas untuk menggenjot kemajuan di segala bidang, guna menyejahterakan dan memakmurkan bangsa, khususnya karena negara-negara lain sudah meliwati masa ini bertahun-tahun yang lalu (negara-negara maju seperti Kanada dan AS sudah mengimport imigran untuk mengisi kekurangan tenaga kerja mereka) dan Indonesia sendiri akan kehilangan peluang itu juga pasca 2045. Peluang emas inilah yang ingin direbut oleh Presiden Jokowi dengan seruannya “Kerja, kerja, kerja!!!”. Maka kabinetnya pun dinamakan Kabinet Kerja. Tetapi kalau bangsa Indonesia lebih suka berhura-hura atau hanya berdoa saja, jangan-jangan hingga tahun 2045 (100 tahun setelah kemerdekaan), Indonesia bukannya menandingi Korea atau Tiongkok (Cina) melainkan makin terpuruk. Naudzubillah min dzalik.
* Guru Besar Psi UI.

Friday, 14 August 2015

Mengapa

Copas dari tetangga ;
Serious dikiiit yaaaa....
🚕🚶🚛🚴🚗🚶🚚🚴🚙
Di jalan raya banyak motor dan mobil saling menyalip satu sama lain.
🚴 Mengapa..?
🏃Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah mereka dididik untuk menjadi lebih cepat dan bukan menjadi...
lebih sabar, mereka dididik untuk menjadi yang terdepan dan bukan yang... tersopan.
🚵 Di jalanan pengendara motor lebih suka menambah kecepatannya saat ada orang yang ingin menyeberang...🏃 jalan dan bukan malah mengurangi kecepatannya.
🏃 Mengapa..?

Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah anak kita setiap hari diburu dengan waktu, di bentak untuk
bergerak lebih cepat dan gesit dan bukan... di latih untuk mengatur waktu dengan sebaik-baiknya dan dibuat
lebih sabar dan peduli.
💰💶 Di hampir setiap instansi pemerintah dan swasta banyak para pekerja yang suka korupsi.
🏃 Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah anak-anak di didik untuk berpenghasilan tinggi dan hidup dengan kemewahan mulai dari pakaian hingga perlengkapan dan bukan... di ajari untuk hidup lebih sederhana, ikhlas dan bangga akan kesederhanaan.
👮🛂 Di hampir setiap instansi sipil sampai petugas penegak hukum banyak terjadi kolusi, manipulasi proyek dan
anggaran uang rakyat
🏃 Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah mereka dididik untuk menjadi lebih pintar dan bukan... menjadi
lebih jujur dan bangga pada kejujuran.
😡😖 Di hampir setiap tempat kita mendapati orang yang mudah sekali marah dan merasa diri paling benar sendiri.
🏃 Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil dirumah dan disekolah mereka sering di marahi oleh orang tua dan guru mereka dan
bukannya... diberi pengertian dan kasih sayang.
😕😠 Di hampir setiap sudut kota kita temukan orang yang tidak lagi peduli pada lingkungan atau orang lain.
🏃 Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan disekolah mereka dididik untuk saling berlomba untuk menjadi juara dan
bukan... saling tolong-menolong untuk membantu yang lemah.
😏😗 Di hampir setiap kesempatan termasuk di medsos ini juga selalu saja ada orang yang mengkritik tanpa mau... melakukan koreksi diri sebelumnya.
🏃 Mengapa..?
karena dulu sejak kecil di rumah dan disekolah anak-anak biasa di kritik dan bukan... di dengarkan segala keluhan dan masalahnya.
😈😠 Di hampir setiap kesempatan kita sering melihat ada orang "ngotot" dan merasa paling benar sendiri.
🏃 Mengapa..?
karena dulu sejak kecil di rumah dan sekolah mereka sering melihat orang tua atau gurunya "ngotot"... dan
merasa paling benar sendiri.
🚮 Di hampir setiap lampu merah dan rumah ibadah kita banyak menemukan pengemis.
🏃 Mengapa..?
Karena dulu sejak kecil di rumah dan disekolah mereka selalu diberitahu tentang kelemahan2 dan kekurangan2 mereka dan bukannya... di ajari untuk mengenali kelebihan2 dan kekuatan2 mereka.
🚻🚺🚹 Jadi sesungguhnya potret dunia dan kehidupan yang terjadi saat ini adalah hasil dari ciptaan kita sendiri di
rumah bersama-sama dengan dunia pendidikan di sekolah.
💏👪💑 Jika kita ingin mengubah potret ini menjadi lebih baik, maka mulailah mengubah cara mendidik anak-anak kita
dirumah dan disekolah tempat khusus yang dirancang bagi anak untuk belajar menjadi manusia yang berakal
sehat dan berbudi luhur.
💞💖💕 Mari kita belajar terus dan terus belajar untuk menjadi orang tua dan guru yang lebih baik agar potret negeri kita bisa berubah menjadi lebih baik mulai dari kita, keluarga kita dan sekolah kita sendiri