Copas ....
"Sudden Shift", Fenomena Perubahan Tahun Monyet
Oleh: Rhenald Kasali @Rhenald_Kasali
KOMPAS.com - Lima Tahun yang lalu, mantan Dirut Pertamina,
Ari Soemarno pernah menyampaikan sepotong data kepada saya. Itu tentang
SHALE OIL, yang kalau sampai Kongres Amerika Serikat memberi Lampu Hijau
untuk dieksplore dan diekspor, maka harga Minyak Dunia akan turun
drastis.
Data itu rupanya segera direspons oleh para Pemain Saham
yang mengakibatkan Harga-Harga Saham Perusahaan tambang Batu Bara Kita
anjlok.
Mengapa demikian?
Inilah gejala perubahan mendasar yang disebut 3S :
"Sudden Shift, Speed dan Surprise!"
Mengapa demikian?
Inilah gejala perubahan mendasar yang disebut 3S :
"Sudden Shift, Speed dan Surprise!"
SUDDEN SHIFT.
Daripada mereka-reka kapan dollar AS akan kembali turun, atau tenggelam dalam rasa takut yang besar bahwa PHK besar-besaran akan terjadi, lebih baik Kita paham Apa yang tengah terjadi, Mengapa dan Bagaimana meresponsnya.
Daripada mereka-reka kapan dollar AS akan kembali turun, atau tenggelam dalam rasa takut yang besar bahwa PHK besar-besaran akan terjadi, lebih baik Kita paham Apa yang tengah terjadi, Mengapa dan Bagaimana meresponsnya.
Gejala ini kita sebut Sudden Shift (tiba-tiba berpindah).
Faktanya, konsumennya tetap di situ, populasinya tetap besar (8 miliar
jiwa), semuanya Butuh Makan, Minum, Transportasi, Gadget, Hiburan, dan
sebagainya. Tetapi SIAPA KAH yang menikmati perpindahan itu?
Sudah begitu, berpindah nya mengejutkan karena seakan
"Tiba-tiba (Sudden), Cepat sekali (Speed) dan membuat kita
terkaget-kaget (Surprise). Mengapa???
Karena kita mengabaikan, Kita menyangkal, Kita gemar berolok-olok, ber Politic, Bersiasat, Berpura-pura menyelamatkan (padahal menyesatkan). Kadang mengatasnamakan Rakyat pula, menghiburnya, berpura-pura seakan-seakan masalahnya ada di tempat lain.
Karena kita mengabaikan, Kita menyangkal, Kita gemar berolok-olok, ber Politic, Bersiasat, Berpura-pura menyelamatkan (padahal menyesatkan). Kadang mengatasnamakan Rakyat pula, menghiburnya, berpura-pura seakan-seakan masalahnya ada di tempat lain.
Kembali ke shale gas, Ari Soemarno memberi tahu Saya bahwa
cost-nya Sangat Rendah, demikian Harga Jual nya, yakni dari Harga Jual
Gas konvensional. Saya membayangkan begitu informasi itu beredar, maka
para pemakai minyak (oil) pun akan beralih? Maka Harga Minyak pun akan
goncang. Lalu pada akhirnya, Tambang Energi lain akan terganggu: Batu
Bara.
Di luar dugaan Saya,
ternyata Batu Bara terkena imbasnya lebih dulu, lalu baru Minyak.
Maklum Harga kertasnya (Saham) sudah lama dijadikan Buble, lagi pula ia
sangat merusak lingkungan. Sekarang harga minyak dunia baru turun
sekitar 50-60 persen. Para ahli menduga ia masih akan turun hingga
sekitar 10 dollar AS (saat ini masih sekitar 30dollar AS) per barel.
Bisa dibayangkan kerugian apa yang akan diderita
pengusaha-pengusaha Minyak, kalau mereka tak berani merevolusi
Biaya-Biaya kenikmatan yang selama ini sudah dirasakan Para Pegawainya.
Ingaat, Dulu, saat Harga minyak di bawah 10 dollar AS per barel, mereka sanggup berproduksi dengan Biaya 6 dollar AS per barel,
tetapi begitu harga pasarnya 120 dollar AS per barel, mereka
berproduksi dengan biaya 100 dollar AS per barel. Segala yang membuatnya
Mahal, akan membuat Manusia meningkatkan Biaya Kenikmatan.
ZALORA
Di Bandara Halim Perdanakusuma, Saya menerima CEO Zalora
Indonesia. Anak-anak muda tentu lebih tahu apa itu Zalora. Ini Situs
Belanja Online yang sedang digemari konsumen muda. Dengan belanja
online, selain mendapat barang-barang baru, anak-anak muda bisa mendapat
Harga yg Lebih Murah.
Saat itu saya baru membaca data penjualan Ritel Indonesia
yang dilaporkan turun besar-besaran. Keadaan Ekonomi pun kita
persalahkan. Bahkan Para Politisi menduga adanya Miss Management dalam
Pemerintahan.
Saat industri Ritel konvensional melaporkan penurunan 3-4 persen, Zalora justru mengatakan omzet mereka naik 240 persen. Dalam dunia online, kalau kami tumbuhnya di bawah 100 persen itu sama dengan kegagalan, ujar mereka.
Saya pikir Zalora masih kecil. Tetapi bayangan saya kembali
ke tahun 1998 saat semua orang dicekam rasa takut akibat gelombang PHK.
Asing pun hengkang. Ketika para Ekonom di FE UI masih berpikir keras
bagaimana menciptakan iklim yang kondusif agar investasi asing kembali
lagi, saya memilih untuk mendorong Lahirnya Entrepreneur Lokal.
Saya masih ingat ejekan para ekonom yang mengabaikan
kemampuan bangsa ini berwirausaha. Saya bahkan ditanya, Apa Bisnis yang
akan dikembangkan wirausaha lokal??
Saya sebutkan nama-nama Produk mereka: Kacang (Garuda dan Dua Kelinci), Herbal (Sido Muncul), Kosmetik (Wardah), Bola buatan masyarakat di Majalengka dan lain-lain.
Saya sebutkan nama-nama Produk mereka: Kacang (Garuda dan Dua Kelinci), Herbal (Sido Muncul), Kosmetik (Wardah), Bola buatan masyarakat di Majalengka dan lain-lain.
Di luar perkiraan saya, mereka mempertanyakan, Sampai Kapan Kacang dan Jamu bisa menciptakan Lapangan Kerja?
Yang bisa itu Otomotif. Katena Rakyat kita itu pegawai, bukan entrepreneur.
Yang bisa itu Otomotif. Katena Rakyat kita itu pegawai, bukan entrepreneur.
Anda tahu berapa Jumlah Wirausaha Kita sekarang? Jangan
lagi mengatakan masih di bawah 1 persen. Kalau mereka yang sudah
terlibat dalam sektor informal saja sudah 60 juta orang, bisa hitung sendiri berapa banyak orang yang sudah bergulat dalam bidang kewirausahaan.
Demikian juga dengan Zalora dan mereka yang bergerak dalam
Sektor Ekonomi Kreatif lainnya. Sekarang memang masih kecil. Tetapi
mereka memiliki daya disruptif yang bisa menggerus para Pelaku Usaha
Konvensional.
SEMUA SHIFTING.
Pergeseran Konsumsi tak hanya terjadi dalam Dunia Energi
dan Belanja melainkan dalam Konsumsi di segala bentuk kehidupan kita.
Semuanya bergeser. Keseimbangan baru belum terbentuk, tetapi
pindah-pindahnya mulai terasa.
Minggu lalu, 17 Agustus 2015, Indonesia-X baru saja
meluncurkan Situs Belajar Bebas Biaya (massive online course) di mana
Rumah Perubahan ikut di dalamnya.
Pernahkah anda membayangkan bahwa kampus-kampus besar
sedang berjuang melawan perubahan? Ya, di seluruh dunia, bukan cuma
Surat kabar berbasis Kertas yang kesulitan karena hadirnya Media-media
Online, melainkan juga Kampus Kampus yang kini ditantang dunia Belajar Online.
Bahkan "Gelar Akademis pun kini mulai ditinggalkan para Kaum terpelajar Dunia".
Para pemberi kerja mulai melirik Mereka mereka yang tak bergelar. Dari "Siapa kamu" ( atau "Apa gelar akademismu"), dunia manajemen mulai beralih pada Apa yang Bisa Kamu lakukan.
Lihatlah di perusahaan- perusahaan besar, di kartu-kartu nama para pimpinan dan stafnya. Tak banyak lagi yang mencantumkan gelar akademisnya.
Para pemberi kerja mulai melirik Mereka mereka yang tak bergelar. Dari "Siapa kamu" ( atau "Apa gelar akademismu"), dunia manajemen mulai beralih pada Apa yang Bisa Kamu lakukan.
Lihatlah di perusahaan- perusahaan besar, di kartu-kartu nama para pimpinan dan stafnya. Tak banyak lagi yang mencantumkan gelar akademisnya.
Gerakan Masif ini membuat Kaum Muda beralih dari membeli
Degree (formal) kepada membeli keahlian dan Paket paket kursus, yang
mereka ramu sendiri racikannya. Bukan lagi racikan Akademis yang dibuat
Pemerintah karena mereka ingin membangun keahlian yang unik, yang tidak
massal dan siap pakai. Dan pasar tenaga kerja Global pun mengakomodir
mereka.
APA yang bisa mereka berikan di dunia kerja bukan lagi rangkaian matakuliah racikan kampus.
Dan Indonesia-X menjadi Pelopor Belajar online yang heboh. Kelak Anda bisa mengambil kursus apa saja. Karena murah (gratis), switching cost nya menjadi rendah. Dan perubahan pun terjadi.
APA yang bisa mereka berikan di dunia kerja bukan lagi rangkaian matakuliah racikan kampus.
Dan Indonesia-X menjadi Pelopor Belajar online yang heboh. Kelak Anda bisa mengambil kursus apa saja. Karena murah (gratis), switching cost nya menjadi rendah. Dan perubahan pun terjadi.
GOJEK, UBER, SEVEN ELEVEN dan lain lain.
Kalau anda belum puas dengan Contoh contoh di atas, maka
pelajarilah segala Fenomena di Dunia Transportasi, Retail,
Telekomunikasi, Trading, Financing, dan sebagainya.
Anda pasti akan menyaksikan gejala Sudden Shift ini.
Anda pasti akan menyaksikan gejala Sudden Shift ini.
Konsumen Perbankan pun mulai meninggalkan kunjungan Ke Loket-loket bank. Mereka beralih ke Mobile Banking. Pemakaian Voice dalam berkomunikasi beralih ke cara-cara baru: DATA.
Dari voice ke BBM, lalu pindah lagi ke Whatsapp dan Social Media.
Dari voice ke BBM, lalu pindah lagi ke Whatsapp dan Social Media.
Sama halnya PERTARUNGAN sengit yang tengah di hadapi
"Tukang-Tukang Ojeg Pangkalan vs Gojek dan Grab-Bike, atau taksi biasa
Vs Uber".
Semua mengalami Gejala Shifting.
Semua mengalami Gejala Shifting.
Jadi, jangan melulu menyalahkan Krisis Ekonomi Dunia. Karena Krisis berdampak pada semua usaha dan kali ini terjadi luas di seluruh Dunia.
Yang jauh lebih penting bukan krisis itu sendiri. Bukan dollar AS, tetapi apa respons Kita terhadap usaha yang Kita jalani.
Dan apa respons Kita untuk mempersiapkan "Masa depan Anak-Anak Kita dalam Dunia yang benar-benar baru ini".
Yang jauh lebih penting bukan krisis itu sendiri. Bukan dollar AS, tetapi apa respons Kita terhadap usaha yang Kita jalani.
Dan apa respons Kita untuk mempersiapkan "Masa depan Anak-Anak Kita dalam Dunia yang benar-benar baru ini".
Kalau Anda diamkan, bukan Krisis yang menghantam, tetapi persaingan baru melalui business model yang benar-benar berbeda.
Lagi pula, KRISIS selalu menjadi Alasan bagi kaum Malas
untuk berhenti Bekerja, dan bagi mereka yang senang mencari Kambing
untuk menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dilakukannya.
Selamat merenungkannya!
Prof Rhenald Kasali.
Guru Besar Ilmu Manajemen
Guru Besar Ilmu Manajemen
No comments:
Post a Comment